Author: editor

  • Memimpin Jalan dalam Pengembangan Hotel dan Residensi Bermerek

    Article featured image

    Investasi properti di Malaysia kini menghadapi tantangan baru, terutama bagi pemilik apartemen tinggi yang kesulitan mendapatkan pendapatan sewa memadai untuk menutupi biaya kepemilikan. Masalah manajemen yang tidak optimal dan fluktuasi pendapatan dari sewa harian semakin menekan nilai aset, menciptakan dilema bagi investor yang ingin meraih keuntungan jangka panjang.

    Bangsar Heights Pavilion (BHP), bagian dari Bangsar Heights Group, hadir dengan solusi inovatif di bawah kepemimpinan Aaron Yap sebagai CEO. Perusahaan ini mengubah paradigma investasi properti dengan pendekatan holistik, mencakup pengembangan, operasional, dan layanan pendukung. Mereka mengklasifikasikan investasi dalam tiga kategori: jangka pendek (3-5 tahun), menengah (10 tahun), dan panjang (beberapa dekade), dengan penekanan bahwa sewa harian harus dikelola layaknya bisnis profesional.

    Strategi unik BHP, disebut “Backward Impact Strategy”, fokus pada pembangunan ekosistem properti yang mengoptimalkan keuntungan investor. Beberapa faktor kunci suksesnya meliputi lokasi strategis di pusat kota, desain arsitektur premium, serta kolaborasi dengan merek internasional untuk manajemen properti. Contoh nyata adalah proyek Quayside JBCC di Johor Bahru, yang menggabungkan Hyatt Place dan Oakwood dalam satu gedung—sukses menarik pembeli global dengan 95% unit terjual dalam setahun.

    Keunggulan BHP terletak pada integrasi berbagai sumber pendapatan, termasuk ritel, F&B, dan iklan digital, yang memperluas potensi keuntungan. Pendekatan ini didukung kemitraan dengan operator ternama untuk memastikan hunian tinggi dan pendapatan stabil. Dengan portofolio lahan premium di lokasi strategis seperti KLCC dan Johor Bahru, BHP siap memperkuat posisinya sebagai pelopor investasi properti berbasis merek mewah di Malaysia.

  • Kelebihan pasokan dan utang tinggi membebani sektor properti Malaysia.

    Article featured image

    Klasteran properti Malaysia terus menghadapi tantangan kompleks di tengah ketidakseimbangan pasokan-permintaan dan tekanan ekonomi makro. Kenanga Investment Bank Bhd (Kenanga Research) dalam analisis terkininya mempertahankan pandangan underweight terhadap sektor ini, menyoroti tiga isu kritis: kelebihan stok properti, beban utang rumah tangga, dan daya beli yang tertekan.

    Data terbaru NAPIC mengungkap tren mengkhawatirkan dengan jumlah unit tak terjual naik 3% menjadi 127.180 unit pada Q2 2024. Konsentrasi terbesar berada di wilayah urban seperti Johor, Kuala Lumpur, dan Selangor, di mana disparitas harga properti dengan pendapatan masyarakat semakin melebar. Kenanga mencatat harga rumah median RM335.000 tidak sebanding dengan gaji bulanan rata-rata RM3.000-RM3.500, menciptakan jurang keterjangkauan bagi kalangan muda dan pembeli pertama.

    Di tengah lesunya pasar residensial, segmen properti industri justru menunjukkan prospek cerah. Dorongan investasi asing dan realokasi strategis pengembang seperti Mah Sing Group Bhd dan Sime Darby Property ke kawasan industri menjadi faktor pendorong. Kenanga menilai pergeseran fokus ini sebagai langkah antisipatif terhadap volatilitas pasar perumahan, dengan penjualan aset tanah menjadi strategi mitigasi risiko yang semakin populer.

    Utang rumah tangga yang mencapai 84,2% PDB dan potensi rasionalisasi subsidi RON95 menjadi ancaman ganda bagi pemulihan sektor. Meski tingkat persetujuan kredit perumahan membaik menjadi 47,2% pada Juli 2024, Kenanga memperingatkan risiko kredit macet jika kebijakan pengucuran kredit terlalu longgar. Di sisi lain, proyek Transit-Oriented Development (TOD) di kawasan seperti Lembah Klang dinilai sebagai bright spot di tengah panorama pasar yang suram.

  • Mendorong pertumbuhan industri properti Malaysia yang terus berkembang.

    Article featured image

    Industri properti Malaysia sedang memasuki babak baru dengan fokus pada inovasi dan keberlanjutan. Hal ini terlihat jelas dalam Konvensi Properti Nasional ke-32 (NREC 2025) yang digelar di Kuala Lumpur, di mana para pelaku industri berkumpul untuk membahas strategi menghadapi tantangan sekaligus menciptakan peluang baru.

    Tema “Mendorong Inovasi untuk Masa Depan Berkelanjutan: Bata, Cetak Biru, dan Beyond” menjadi pusat diskusi, menekankan pentingnya pendekatan holistik dalam pengembangan properti. Presiden RISM Ahmad Sanusi Che Cob menyoroti perlunya keseimbangan antara pembangunan fisik dan inovasi teknologi, sementara Walikota Kuala Lumpur Datuk Seri Maimunah Mohd Sharif menekankan visi kota yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berkelanjutan dan dicintai warganya.

    Salah satu sorotan utama konvensi adalah pembahasan proyek-proyek strategis seperti Tun Razak Exchange (TRX) dan Johor-Singapore Special Economic Zone (JS-SEZ). CEO TRX City Sdn Bhd Datuk Azmar Talib memaparkan bagaimana kawasan seluas 70 hektar ini telah menarik investasi besar dan menciptakan ribuan lapangan kerja. Sementara itu, JS-SEZ diproyeksikan menjadi penggerak ekonomi baru dengan target investasi mencapai RM636 miliar pada 2030.

    Kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta menjadi kunci dalam mewujudkan proyek-proyek ambisius ini. Maimunah menjelaskan bahwa JS-SEZ berbeda dari Iskandar Malaysia karena melibatkan kerja sama terstruktur di tingkat pemerintah, bukan hanya di tingkat agensi. Pendekatan ini diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi sekaligus memperkuat posisi Malaysia di kancah global.

  • Bagaimana Politik Malaysia Membentuk Kesepakatan Properti Tiongkok dan Pembangunan Ekonomi

    Article featured image

    China telah membangun pengaruhnya secara global dengan pendekatan yang lebih halus daripada yang sering dibahas. Alih-alih memaksakan model pembangunan secara kaku, aktor-aktor China justru menunjukkan kemampuan adaptasi yang luar biasa dengan berkolaborasi melalui institusi lokal dan menghormati norma-norma regional. Proyek penelitian Carnegie Endowment yang didanai Ford Foundation mengungkap strategi ini di tujuh wilayah berbeda, mulai dari adaptasi produk keuangan syariah di Asia Tenggara hingga pelatihan tenaga kerja di Asia Tengah.

    Kasus Iskandar Malaysia menjadi contoh nyata dinamika kompleks ini. Sebagai koridor ekonomi utama di Johor, kawasan ini menarik investasi besar-besaran dari perusahaan properti China pasca peluncuran BRI tahun 2013. Meski memberikan stimulus ekonomi, kehadiran investor China justru memicu ketegangan politik antara pemerintah pusat Malaysia dan pemerintah negara bagian Johor. Proyek-proyek mewah seperti Princess Cove dan Forest City yang tak terjangkau masyarakat lokal akhirnya berkontribusi pada kekalahan mengejutkan partai UMNO dalam pemilu 2018.

    Dampak krisis finansial Asia 1997 menjadi titik balik penting bagi kebijakan ekonomi Malaysia. Pemerintah di Putrajaya kemudian menggeser fokus ke investor Asia, termasuk China yang sedang mengalami pertumbuhan pesat. Strategi pembangunan koridor ekonomi regional di pertengahan 2000-an dirancang untuk menarik modal asing sekaligus mendorong pemerataan pembangunan di berbagai wilayah Malaysia. Namun pendekatan ini justru menciptakan dinamika politik baru antara pemerintah pusat dan daerah.

    Pengalaman Iskandar Malaysia memberikan pelajaran berharga tentang kompleksitas investasi asing di era globalisasi. Proyek-proyek China yang awalnya dipandang sebagai berkah ekonomi ternyata bisa berubah menjadi bumerang politik ketika tidak sensitif terhadap kondisi lokal. Kasus ini menunjukkan bahwa keberlanjutan investasi tidak hanya ditentukan oleh keuntungan finansial, tetapi juga oleh kemampuan beradaptasi dengan realitas sosio-politik di tingkat akar rumput.

  • Pengembangan lengkap Bandar Malaysia akan memakan waktu setengah abad

    Article featured image

    Proyek Bandar Malaysia yang bernilai RM140 miliar diprediksi membutuhkan waktu hingga 50 tahun untuk penyelesaian penuh, ungkap Menteri Keuangan sekaligus Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim. Kawasan seluas 486 acre ini, yang sebelumnya merupakan pangkalan udara militer di Sungai Besi, kini akan dikembangkan oleh KLCC Development Sdn Bhd (KLCCD), anak perusahaan Petronas, setelah proses transaksi tanah selesai akhir tahun lalu.

    Anwar menekankan bahwa pengembangan akan berpegang pada prinsip keberlanjutan dan inklusivitas, termasuk penyediaan 10.000 unit perumahan terjangkau serta alokasi 50 acre untuk tanah cadangan Melayu. Pembangunan bertahap ini dirancang untuk menyesuaikan diri dengan fluktuasi pasar properti sekaligus memastikan nilai ekonomi jangka panjang.

    KLCCD dipilih karena rekam jejaknya dalam mengelola proyek strategis seperti Kuala Lumpur City Centre dan Putrajaya. Meski harga transaksi tidak diungkapkan, pemerintah meyakini kolaborasi ini akan memberikan dampak signifikan bagi perekonomian nasional. Proyek yang sempat tertunda sejak 2021 ini juga diharapkan menjadi pusat integrasi transportasi masa depan, termasuk rencana kereta cepat Kuala Lumpur-Singapura.

    Bandar Malaysia pertama kali diumumkan pada 2011 sebagai kawasan transit-oriented development (TOD), namun mengalami berbagai kendala, termasuk pembatalan kerja sama dengan konsorsium IWH-CREC. Dengan komitmen baru ini, pemerintah berupaya menghidupkan kembali visi awal proyek sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi berbasis infrastruktur.

  • Perlu mengadopsi kemajuan teknologi, praktik berkelanjutan dibahas di acara properti utama negara.

    Article featured image

    Sektor properti Malaysia sedang mengalami transformasi besar-besaran, dengan berbagai inovasi dan kebijakan baru yang dibahas dalam Konvensi Properti Nasional 2025 di Kuala Lumpur. Acara ini digelar oleh Lembaga Survei Kerajaan Malaysia (RISM) untuk membahas masa depan industri properti yang lebih berkelanjutan dan berbasis teknologi.

    Tema utama konvensi kali ini adalah “Bata, Cetak Biru dan Lebih Jauh”, yang menekankan pentingnya adopsi teknologi, keberlanjutan, serta reformasi kebijakan. Diskusi juga mencakup dampak Undang-Undang Pembaruan Perkotaan, perkembangan di bawah Undang-Undang Pengembangan Properti Riil, serta peluang ekonomi di Zona Ekonomi Johor-Singapura.

    Berbagai pemangku kepentingan turut hadir, termasuk perwakilan dari Kementerian Perumahan dan Pemerintah Daerah, Otoritas Pengembangan Wilayah Iskandar, serta sejumlah universitas ternama seperti Universitas Malaya dan Monash University. Acara ini dibuka oleh Wali Kota Kuala Lumpur, Datuk Seri Maimunah Mohd Sharif, yang menegaskan pentingnya kolaborasi antar-sektor.

    RISM menyatakan bahwa konvensi ini menjadi wadah penting bagi para profesional, akademisi, dan pembuat kebijakan untuk bertukar ide guna memajukan sektor properti. Dengan fokus pada inovasi dan keberlanjutan, acara ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan industri yang lebih tangguh di masa depan.

  • Menghilangkan mitos seputar tinggi

    Article featured image

    Pembangunan properti di Malaysia telah lama menjadi isu yang memicu kontroversi, terutama terkait ketidakseimbangan antara kebutuhan pengembang dan hak warga sekitar. Fenomena ini terlihat jelas di berbagai kota besar seperti Kuala Lumpur, Penang, dan Johor Bahru, di mana proyek-proyek mewah terus bermunculan sementara perumahan terjangkau semakin langka.

    Salah satu penyebab utama mahalnya properti perkotaan bukan hanya biaya tanah, melainkan juga praktik korupsi yang merajalela dalam proses perizinan. Pengembang sering kali harus membayar suap kepada pejabat daerah, mulai dari staf teknis hingga anggota dewan, demi mempercepat persetujuan proyek. Akibatnya, mereka lebih memilih membangun hunian high-end untuk menutupi biaya tambahan ini, sementara pasar menengah ke bawah terabaikan.

    Kondisi ini membuat generasi muda dan keluarga berpenghasilan rendah semakin sulit memiliki rumah di pusat kota. Sebuah apartemen tiga kamar dengan luas 1.200 kaki persegi bisa mencapai harga RM1,2 juta—jauh di luar jangkauan kelompok B40 dan M40. Alhasil, mereka terpaksa tinggal di pinggiran kota dan menghabiskan waktu berjam-jam di perjalanan untuk bekerja.

    Ironisnya, pemerintah daerah sering membenarkan proyek-proyek mewah dengan dalih meningkatkan pendapatan daerah. Namun, infrastruktur yang dibangun untuk mendukung hunian elite—seperti jalan tol dan fasilitas parkir—justru memperparah kemacetan. Sementara itu, solusi yang ditawarkan, seperti proyek LRT dan MRT, belum mampu menjawab kebutuhan transportasi massal yang terjangkau bagi mayoritas penduduk.

  • Sime Darby Property Malaysia menyewakan lebih banyak tanah kepada Google untuk pusat data kedua.

    Article featured image

    Sime Darby Property memperkuat posisinya sebagai pengembang properti strategis dengan menjalin kemitraan baru untuk pengembangan pusat data di Malaysia. Perusahaan ini bekerja sama dengan Pearl Computing Malaysia Sdn. Bhd., entitas di bawah Raiden APAC Pte. Ltd. yang berafiliasi dengan Google, untuk membangun fasilitas berteknologi tinggi di Elmina Business Park. Proyek ini menandai babak baru dalam transformasi digital negara sekaligus memperluas portofolio properti komersial Sime Darby.

    Kesepakatan tersebut mencakup pembangunan pusat data seluas 77 hektar di Fase 2 Elmina Business Park, Lembah Klang, dengan target penyelesaian akhir 2027. Nilai sewa selama 20 tahun pertama diperkirakan mencapai RM5,6 miliar, dengan opsi perpanjangan dua kali lima tahun. Ini merupakan perluasan dari proyek sebelumnya di lahan 49 hektar yang dijadwalkan rampung tahun 2026, memperkuat posisi Elmina sebagai hub teknologi regional.

    Google secara tidak langsung terlibat melalui afiliasinya, Pearl Computing, meskipun awalnya diumumkan sebagai mitra teknologi multinasional yang tidak disebutkan namanya. Ekspansi senilai US$2 miliar ini sejalan dengan rencana Google sejak 2022 untuk memperkuat infrastruktur cloud di Malaysia. Kemitraan ini juga mencerminkan kepercayaan investor global terhadap potensi pertumbuhan digital negara.

    Sebagai bagian dari sejarah panjang Sime Darby Property yang berawal dari United Estates Projects Berhad tahun 1964, perusahaan ini kini mandiri sejak pemisahan dari Sime Darby Berhad pada 2017. Nama besar di baliknya, William Sime dan keluarga Darby, mewariskan warisan bisnis yang terus berkembang di era modern. Proyek terbaru ini tidak hanya memperkuat posisi Sime Darby Property di pasar properti komersial, tetapi juga menegaskan peran Malaysia sebagai destinasi investasi teknologi di Asia Tenggara.

  • CDL menjual 50,1% saham South Beach-nya kepada mitra Malaysia IOI seharga S$834 juta.

    Article featured image

    Di tengah dinamika pasar properti Singapura yang terus berkembang, City Developments Limited (CDL) memutuskan untuk melepas sebagian besar kepemilikannya di proyek ikonis South Beach. Perusahaan pengembang ternama ini menjual 50,1% sahamnya kepada IOI Properties Group (IOIPG) asal Malaysia senilai S$834,2 juta, menandai babak baru dalam pengelolaan aset strategis tersebut.

    Transaksi ini memberikan penilaian menyeluruh sebesar S$2,75 miliar untuk kompleks campuran tersebut, sedikit lebih tinggi dari valuasi sebelumnya. CDL memperkirakan keuntungan penjualan sekitar S$465 juta yang akan tercatat dalam laporan keuangan 2025. Respons pasar pun positif, dengan saham CDL melonjak 2,5% setelah pengumuman tersebut.

    IOIPG akan mengambil alih sepenuhnya bagian komersial South Beach, termasuk menara perkantoran dan area ritel, setelah penyelesaian transaksi pada paruh kedua 2025. CDL menyatakan bahwa hasil penjualan akan digunakan untuk memperkuat neraca keuangan, mengurangi utang, dan mencari peluang investasi baru. Rasio leverage bersih grup diperkirakan turun dari 117% menjadi 103%, menunjukkan peningkatan kesehatan finansial.

    Proyek South Beach, yang dirancang oleh arsitek ternama Norman Foster, telah menjadi landmark di Distrik Bisnis Pusat Singapura. Dengan okupansi kantor dan ritel di atas 92%, aset ini telah memberikan pendapatan stabil bagi CDL. CEO Sherman Kwek menegaskan bahwa langkah ini sejalan dengan strategi daur ulang modal perusahaan untuk mengoptimalkan portofolio.

  • Jaya Tiasa melakukan diversifikasi ke pengembangan properti dengan pembelian tanah senilai RM100 juta di Sarawak

    Article featured image

    Jaya Tiasa Property Sdn Bhd, anak perusahaan KUALA LUMPUR, baru saja mengumumkan akuisisi strategis empat lahan di Sibu, Sarawak, senilai RM100 juta. Pembelian ini dilakukan secara tunai dan menjadi langkah penting dalam diversifikasi bisnis perusahaan ke sektor properti, mengurangi ketergantungan pada industri kelapa sawit yang rentan fluktuasi harga.

    Transaksi tersebut, yang ditandatangani pada 30 Mei 2025, melibatkan pembelian tanah sewa kosong dari Yemas Development Sdn Bhd dengan harga di bawah nilai pasar RM113 juta. Pembayaran dilakukan sepenuhnya dari dana internal, tanpa memerlukan persetujuan pemegang saham. Tiga dari empat lahan telah memperoleh izin untuk pengembangan proyek campuran, termasuk perumahan, pusat perbelanjaan, dan fasilitas kesehatan swasta.

    Proyek ini diperkirakan menelan biaya konstruksi sebesar RM469,6 juta dengan nilai akhir mencapai RM612,7 juta. Jaya Tiasa berencana memulai pembangunan pada 2026 dan menyelesaikannya pada 2031, tergantung kondisi pasar. Pendanaan tambahan akan diperoleh melalui penjualan properti, sumber internal, dan potensi pinjaman bank.

    Perusahaan optimis dengan prospek pasar properti di Sarawak, mengingat wilayah ini menyumbang 71,1% dari total transaksi properti di Malaysia Timur pada 2024. Keuntungan bersih Jaya Tiasa juga melonjak 50% menjadi RM187,8 juta dalam sembilan bulan terakhir, didorong oleh peningkatan pendapatan sebesar 14%.