Proyek Bandar Malaysia yang bernilai RM140 miliar diprediksi membutuhkan waktu hingga 50 tahun untuk penyelesaian penuh, ungkap Menteri Keuangan sekaligus Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim. Kawasan seluas 486 acre ini, yang sebelumnya merupakan pangkalan udara militer di Sungai Besi, kini akan dikembangkan oleh KLCC Development Sdn Bhd (KLCCD), anak perusahaan Petronas, setelah proses transaksi tanah selesai akhir tahun lalu.
Anwar menekankan bahwa pengembangan akan berpegang pada prinsip keberlanjutan dan inklusivitas, termasuk penyediaan 10.000 unit perumahan terjangkau serta alokasi 50 acre untuk tanah cadangan Melayu. Pembangunan bertahap ini dirancang untuk menyesuaikan diri dengan fluktuasi pasar properti sekaligus memastikan nilai ekonomi jangka panjang.
KLCCD dipilih karena rekam jejaknya dalam mengelola proyek strategis seperti Kuala Lumpur City Centre dan Putrajaya. Meski harga transaksi tidak diungkapkan, pemerintah meyakini kolaborasi ini akan memberikan dampak signifikan bagi perekonomian nasional. Proyek yang sempat tertunda sejak 2021 ini juga diharapkan menjadi pusat integrasi transportasi masa depan, termasuk rencana kereta cepat Kuala Lumpur-Singapura.
Bandar Malaysia pertama kali diumumkan pada 2011 sebagai kawasan transit-oriented development (TOD), namun mengalami berbagai kendala, termasuk pembatalan kerja sama dengan konsorsium IWH-CREC. Dengan komitmen baru ini, pemerintah berupaya menghidupkan kembali visi awal proyek sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi berbasis infrastruktur.