Kelebihan pasokan dan utang tinggi membebani sektor properti Malaysia.

Article featured image

Klasteran properti Malaysia terus menghadapi tantangan kompleks di tengah ketidakseimbangan pasokan-permintaan dan tekanan ekonomi makro. Kenanga Investment Bank Bhd (Kenanga Research) dalam analisis terkininya mempertahankan pandangan underweight terhadap sektor ini, menyoroti tiga isu kritis: kelebihan stok properti, beban utang rumah tangga, dan daya beli yang tertekan.

Data terbaru NAPIC mengungkap tren mengkhawatirkan dengan jumlah unit tak terjual naik 3% menjadi 127.180 unit pada Q2 2024. Konsentrasi terbesar berada di wilayah urban seperti Johor, Kuala Lumpur, dan Selangor, di mana disparitas harga properti dengan pendapatan masyarakat semakin melebar. Kenanga mencatat harga rumah median RM335.000 tidak sebanding dengan gaji bulanan rata-rata RM3.000-RM3.500, menciptakan jurang keterjangkauan bagi kalangan muda dan pembeli pertama.

Di tengah lesunya pasar residensial, segmen properti industri justru menunjukkan prospek cerah. Dorongan investasi asing dan realokasi strategis pengembang seperti Mah Sing Group Bhd dan Sime Darby Property ke kawasan industri menjadi faktor pendorong. Kenanga menilai pergeseran fokus ini sebagai langkah antisipatif terhadap volatilitas pasar perumahan, dengan penjualan aset tanah menjadi strategi mitigasi risiko yang semakin populer.

Utang rumah tangga yang mencapai 84,2% PDB dan potensi rasionalisasi subsidi RON95 menjadi ancaman ganda bagi pemulihan sektor. Meski tingkat persetujuan kredit perumahan membaik menjadi 47,2% pada Juli 2024, Kenanga memperingatkan risiko kredit macet jika kebijakan pengucuran kredit terlalu longgar. Di sisi lain, proyek Transit-Oriented Development (TOD) di kawasan seperti Lembah Klang dinilai sebagai bright spot di tengah panorama pasar yang suram.