Industri properti Malaysia sedang menanti kebijakan transformatif dalam Anggaran 2025 yang dapat menjawab tantangan aksesibilitas perumahan sekaligus mendorong pertumbuhan berkelanjutan. Para pelaku pasar berharap pemerintah tidak hanya fokus pada solusi jangka pendek, tetapi juga membangun kerangka kerja jangka panjang untuk menciptakan ekosistem properti yang lebih inklusif dan ramah lingkungan.
Berbagai usulan konkret telah diajukan, mulai dari insentif fiskal hingga reformasi regulasi. Sime Darby Property mengusulkan perluasan pembebasan cukai materai untuk properti bernilai di atas RM500.000 serta skema pembiayaan khusus bagi kelompok B40 dan M40. Mereka juga mendorong insentif untuk bahan bangunan hijau dan energi terbarukan, yang sejalan dengan komitmen Malaysia menuju pembangunan berkelanjutan.
Di sisi lain, Trinity Group melalui Datuk Neoh Soo Keat menyoroti tantangan struktural seperti biaya konstruksi yang melonjak dan kompleksitas regulasi. Solusi yang ditawarkan termasuk penyederhanaan proses konversi lahan, fleksibilitas pembiayaan, serta percepatan persetujuan tenaga kerja asing di sektor konstruksi. Langkah-langkah ini diharapkan dapat menekan harga jual properti sehingga lebih terjangkau bagi kalangan berpenghasilan rendah.
Data terbaru dari NAPIC menunjukkan pertumbuhan signifikan pasar properti Malaysia dengan nilai transaksi mencapai RM105,65 miliar pada paruh pertama 2024. Momentum positif ini menjadi dasar optimisme sekaligus tantangan bagi para pemangku kepentingan. Seperti dikemukakan Kenneth Soh dari PropertyGuru, momen Anggaran 2025 merupakan kesempatan emas untuk memperkuat fondasi industri properti melalui kebijakan yang berorientasi pada kebutuhan nyata masyarakat dan kelangsungan jangka panjang sektor ini.