Pengembang properti lebih optimis tentang paruh kedua 2025 meski ada tantangan — Survei Rehda

Article featured image

Sektor properti Malaysia menunjukkan tanda-tanda kebangkitan setelah beberapa tahun mengalami tantangan, dengan para pengembang mulai melihat titik terang di tengah berbagai inisiatif ekonomi pemerintah. Survei terbaru dari Real Estate and Housing Developers’ Association (Rehda) Malaysia mengungkapkan bahwa lebih dari separuh responden (51%) merasa optimis tentang tren pasar properti pada paruh kedua 2025, sementara 52% yakin kinerja penjualan akan membaik. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan ekspektasi untuk paruh pertama tahun yang sama, yang hanya mencapai 28% dan 35%.

Datuk Ho Hon Sang, Presiden Rehda, menyatakan bahwa sentimen positif ini merupakan yang tertinggi dalam lima tahun terakhir. Ia mengaitkan peningkatan optimisme tersebut dengan proyek-proyek strategis seperti Johor Bahru-Singapore Rapid Transit System (RTS) Link, Zona Ekonomi Khusus Johor-Singapore, serta berbagai kebijakan nasional seperti Peta Jalan Transisi Energi dan Rencana Induk Industri Baru 2030. “Pemain industri tampaknya menunggu dampak positif dari inisiatif-inisiatif ini sebelum benar-benar berinvestasi lebih besar,” ujarnya dalam paparan hasil survei di Wisma Rehda, Petaling Jaya. Selain itu, faktor musiman seperti banyaknya hari libur di paruh pertama tahun juga disebut memengaruhi rendahnya ekspektasi penjualan pada periode tersebut.

Dari sisi perencanaan bisnis, survei yang melibatkan 127 anggota Rehda ini menunjukkan dinamika yang beragam. Sebanyak 46% responden berencana menambah karyawan dalam 12 bulan ke depan, sementara 49% memilih untuk membekukan rekrutmen. Di sisi lain, 70% pengembang berniat memperluas bank tanah mereka, meningkat dari 57% pada survei sebelumnya. Belanja modal juga diprediksi naik oleh 54% responden, dibandingkan 48% di paruh pertama 2024. “Peningkatan signifikan dalam optimisme untuk paruh kedua tahun ini menunjukkan keyakinan akan pemulihan yang lebih kuat,” tambah Ho.

Namun, industri ini masih menghadapi sejumlah tantangan serius. Survei terpisah Rehda terhadap 177 anggota mengungkap bahwa 73% pengembang mengalami kenaikan biaya sebesar 3-6% pada paruh kedua 2024. Masalah seperti kenaikan harga material, kelangkaan pasokan, dan keterbatasan tenaga kerja menjadi penghambat utama bagi 56% responden. Sekitar 68% pengembang juga melaporkan kesulitan pembiayaan, terutama terkait persetujuan kredit perumahan. Ho menekankan bahwa meskipun pemerintah telah berupaya mengatasi masalah pasokan dan tenaga kerja, dampak biaya yang terus meningkat tetap menjadi beban berat bagi industri. “Kami berharap ada solusi lebih cepat karena situasi ini tidak hanya memengaruhi pengembang, tetapi juga perekonomian secara keseluruhan,” pungkasnya.